Sabtu, 19 Januari 2008

Pendekar Angin Puting Beliung


Kring…..kring …..sepeda mini diayunnya berputa-putar...mengelilingi Mama dan Papa ...
Mama : ”Jangan kencang-kencang Heksa entar jatuh loh,mama gak mau kamu nangis,awas!!”
Papa : ”Mama...nyante aja lagi, gimana tu anak bisa jadi pembalap klo mama dikit-dikit ngelarang dikit-dikit ngelarang, khan kasihan anaknya ma...
Mama : ”Huh...Papa sih iya mendukung klo si Heksa jadi pembalap tapi mama gak!! cukup Papa aja yang selalu membuat jantung mama kumat...”
Papa : ”Loh...kok bawa-bawa jantung seh? Gak sekalian bawa usus, paru-paru ama ginjal sekalian he..he...he...
Mama : ” Idih.......”
(sambil mencubit )
”Taunya ngeledek aja neh...
.ha..ha...ha........”

Papa adalah pengusaha yang kaya raya, tidak begitu tampan tapi gagah nampaknya,badannya tegap,kulit sawo matang,rambut agak bergelombang tapi disisir rapi, lesung pipi serta gigi ginsulnya membuat wajahnya semakin menarik, apalagi kalau tersenyum para wanita pasti terpedaya dibuatnya, menurutku Mama adalah wanita yang beruntung bisa menggaet Papa lelaki yang penuh kharisma.

Tapi kok bisa ya Papa kaya? padahal Papa dulunya hanya pemuda desa yang tidak punya apa-apa, masa kecil dihabiskan disawah membantu kakek menggarap tanah milik saudagar kaya yang terkenal bukan main pelitnya.

Katanya sih semua kekayaan itu didapatnya karena hobby mengutak-atik motor bang Dirman menjadi motor balap dan tanpa sengaja dipercaya untuk mengendarainya, semua pemuda kampung sudah pernah dilawannya dan selalu menang! yang empunya motor juga gak pernah komplain karena ongkos reparasi motornya pasti tergantikan, karena Papa menjadi pendulang rupiah untuknya,mulai didesa sampai kekota nama Papa mulai berkumandang, tak ada yang tidak mengenal, Papa ahli benar mengendarai motor, Papa dikenal karena tak takut terjalnya medan yang harus dilalui. Sampai-sampai Papa dijuluki ” Pendengar Angin”
Lucu khan kedengarannya? Dizaman komputer begini masih ada gelar seperti itu, ketika kutanyakan kepada Papa kenapa bisa seperti itu?dengan santainya Papa berkata:
Papa : ” Papa dijuluki pendekar angin karena kalau sudah bawa motor kecepatan Papa menyamai angin,
wuuuuuzzz.....( sambil mengayunkan tangannya).
wujudnya gak kelihatan tapi hanya mampu dirasakan..he.he..he...”

Nampak narsis Papa dibalik wajah polosnya.
Wah ....salut dengar cerita Papa, kayak dizaman kerajaan aja.Tawaku menyeruak yang
Sebenarnya ragu atas kemampuan yang Papa katakan bisa segitu hebatnya.
Mama : ” Papa kok obatnya gak diminum? Ntar sakit loh?”
Papa : ” Lagi nanggung nih ma, jangan ganggu konsentrasi dulu dong, nanti Papa kalah lagi dari Heksa”

Sambil melihat dengan wajah serius kearah Heksa.
Mama : ” Pa....mana yang lebih penting game itu atau minum obat demi kesembuhan papa??
Papa : ” huh....mama ini, papa jadi kalah lagi deh...
Mama mau tau apa jawabanya? Yang terpenting adalah mama selalu ada disamping Papa, kesehatan ama game ini masih nomor kesekian deh pokoknya ha..ha...ha...”
Mama : ” Udah deh Pa, gak siang gak malam gombal teyuuuuz...( senyum tipis tersungging dibibirnya)”

Hari itu telepon berdering seperti biasanya ketika seisi rumah sedang menikmati sarapan pagi untuk memulai aktifitas kerja.

Mama : ” Mbak diah tolong diangkat teleponnya dong, siapa tau ada yang penting, tumben pagi-pagi gini dah ada yang nelpon ..”
( Mama melihat kearah jam tangannya, waktu masih menunjukkan pukul 06:00 Pagi )

Mbak Diah : ” Baik bu” (sambil berlari kearah dering telepon diruang tengah)
”Bu Maaf , ada telepon dari kepolisian katanya sih berita penting!!!”
Papa : ” Apa sih Mbak?”
Mama : ”Udah Pa gak usah, biar Mama aja yang ngomong, Papa ini khawatiran amat,ingat jantung Papa lagi kurang stabil khan?”
Papa : ” Tapi Ma sepertinya genting sekali?

Mama tidak perduli dan berlalu meninggalkan papa menuju mbak diah yang sedang memegang gagang telepon , dengan tenangnya mama berkata:
Mama : ” Hallo, Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu ?”
Polisi : ”Ya Bu, maaf kami mengganggu, tapi kami ingin memberitahukan kepada ibu dan keluarga berita yang sangat penting!!”
Mama : ” Oh ya?? Apa ya pak jadi penasaran nih?”
Polisi : ” Baik, Ibu dan keluarga mohon bersabar ya, tadi pagi telah terjadi perampokan dipabrik otomotif Bapak, dan yang lebih parahnya lagi Bu perampok telah membunuh security Dirman sekaligus membakar Pabrik Bapak”
Mama : ” Apa??? ( sambil sedikit menahan isak tangis tapi tak mampu melepaskan suara lebih lantang karena seketika teringat jantung Papa yang sedang bermasalah)
” Kapan kejadianya Pak??”
Polisi : ”Tadi subuh Bu, Sekitar setengah lima, kalau bisa kami mohon agar Ibu dan Bapak bisa kelokasi untuk memperlancar penyelidikan kami, agar pelakunya dapat langsung kami tangkap!!”
Mama : ” Ya Pak,kami usahakan, terima kasih atas Informasinya”
Polisi : ” Baik, Selamat pagi Bu”
Mama : ” Selamat Pagi ” (perlahan-lahan diletakkannya gagang telepon, tak tahan air mata menetes dipipi) ”
”Papa aku gak tau harus memulai dari mana, bagaimana caraku memberitahukan padamu, Aku Takut aku akan kehilangan dirimu jika kau tahu semua ini hik..hik..hik...”
Papa : ” Ma...kok lama banget sih ngobrolnya, ada berita apa Ma?
Mama : ” Iya Pa, tunggu sebentar”
secepat kilat menghapus air matanya,berusaha agar Papa tidak melihat kepedihan yang dirasakannya.
Papa : ” Gitu dong, ada apa Ma? Kok raut wajah Mama jadi pucat begini?”
Mama : ” Pa, Mama mau mengabarkan sesuatu tapi Papa Harus janji jangan kaget ya, apalagi kalau pake acara jantung kumat, Gimana bisa nggak?
( Mama berusaha mengajak Papa Kesuasana yang lebih santai supaya tingkat pressurenya tidak begitu berarti)
Papa : ” Apa sih Ma? Kok malah main tebak-tebakan gini? kayak ikut kuis he.he.he....
Mama : ” Ya udah. Papa mau gak? Kalau mau Mama Kasih tau tapi kalau gak yang nanti aja beritanya!”
Papa : ” Ya udah deh Papa Janji gak bakalan bikin mama kaget,and jantung Papa kumat,Gimana? Puas?”

Mama Menarik nafas panjang sambl terus berusaha mencari ide kata apa yang harus dipilih supaya kabar buruk ini terkesan lebih ringan.
Mama : ” Pa, yang Sabar ya, Pabrik otomotif Papa tadi Pagi dirampok, dan Bang Dirman telah mengorbankan nyawanya untuk bertahan,eh...
perampok malah tambah beringas dan membakar pabrik Kita Pa!!”

Mama Berusaha tegar tapi suaranya mulai bergetar, Mata Mama berkaca-kaca, terpancar kepedihan yang amat dalam,dalam sekali.
Papa : ” Apa??!....”

Papa memegang dada dan mulai meringis kesakitan, sambil terus bergumam,
Papa :” Bang Dirman.....Bang Dirman meninggal?”

Terus meringis kesakitan, Badannya mulai ia rebahkan kesandaran meja makan tanpa melepaskan kepalan tangan kanannya didada kirinya.
Mama :” Paaaaapaaa..hik..hik..hik...
(Air mata mama tak terbendung lagi)
”Papa khan sudah janji gak bakalan kaget Pa...”
Mendekap Papa sekali dan dengan segera beralih meraih obat yang sudah berada dimeja makan,
” Minum ini dulu Pa, Biar agak tenang ....

Heksa yang tadinya sedang asyik menguyah makanannya berlari memeluk Papa dan Mamanya sambil menangis tersedu-sedu, lelaki kecil ini seakan mengerti tentang apa yang menimpa orang Tuanya.
Mama Bergegas tersadar dari perasaan duka yang mendalam dan mencoba mengambil sikap.
Mama : ” Mbak.......Mbak Diah...... Panggilkan Dokter Wawan Mbak......sambil berusaha merubah posisi Papa buat lebih nyaman..

Mbak Diah berlari dari dapur dengan tergopoh-gopoh karena mendengar teriakan Mama yang tidak biasanya..
Mbak Diah : ” Ada apa?” lohh...Bapak Kenapa Bu?”
Mama : ” udah Mbak cepat sana panggilkan Dokter wawan, suruh juga Mang Surip kemari buat bantu Ibu angkat Bapak Kekamar,,,Cepat!!!”
Mbak Diah : ” Baik bu...”

Hari telah berlalu, Papa sudah agak baikan, rasa nyeri yang menyerangnya disaat itu tidak dirasakannya lagi, syukur Papa hanya dirawat jalan, walaupun kata Dokter Wawan ,sebaiknya menginap di Rumah sakit, tapi Papa bersikeras dirumah saja, Papa begitu karena tidak mau membuat Mama dan Heksa terlalu khawatir, Dirumah Papa percaya akan cepat sembuh.

Pabrik Papa habis, sahabat Papa semenjak dari Desa Bang Dirman telah tiada, sahabat yag tidak ingin Jabatan yang lebih tinggi karena merasa tidak punya kemampuan selain berkelahi, SD saja tidak tamat. Teringat dibenak Papa ketika bang Dirman Berkata ”Saya gak usah kamu kasih apa-apa karena pasti cepat habisnya, saya pengen kerja aja dikota, walau jadi hansip juga gak papa, biar orang-orang dikampung bilang aku dah sukses dikota, lagian mereka mana tahu aku kerjanya apa?he..he..he....”
Papa gak habis pikir kok bisa ada orang yang begitu berharga dalam perkembangan karirnya tapi tidak pernah menuntut banyak. Dirman...Dirman...kamu memang baik...

Mama : ” Hayo...lagi melamun apa Pa?”
Papa : ” Gak, Papa lagi ingat Bang Dirman Ma”
Mama : ” Ya sudahlah Pa, memang sudah takdirnya seperti itu, mudah mudahan keluarganya diberi kesabaran ”
Papa : ”Oh ya Ma, Gimana? Udah ketemu perampoknya?
Mama udah dihubungi sama Penyidiknya belum?
terus Claim Asuransi kita kapan Cairnya?
Mama : ”Wuih...Papa dah kayak penyidik aja nih, pertanyaannya panjang lagi kayak kereta api...he..he..he..”
Ya dah Mama jawab:
1. Perampoknya belum Ketemu kata penyidiknya masih dalam peneyelidikan.
2. Ada yang sedikit membantu karena sidik Jari pelaku dibeberapa property kita yang tidak sempat terbakar.
3. Soal Claim Asuransi kita hampir Cair Pa, tinggal finishing aja.
” Gimana dah terjawab semua Pak Polisi?”
ha..ha..ha...
Papa : ” Hih..Mama ngeledek aja he..he..he...

Sekarang semuanya lebih berbeda, Papa bisa memancing lagi dikolam samping rumah ditemani heksa anak semata Wayangnya, kondisi Papa benar-benar sudah Pulih.

Tak terasa hari menjelang senja tatkala mentari telah memancarkan jingganya dan mulai bersembunyi dibalik temaram cahaya.

Papa : ” Heksa dah malam nak, ayo masuk ah, nanti Mama marah lagi!”

Papa mengangkat kailnya, dan menegakkan badannnya, semua geraknya diikuti oleh Heksa, bergandengan mereka beranjak masuk kedalam rumah.
Papa : ”Mbak Diah.....Mama mana ya ? kok seharian gak kelihatan?”
Mbak Diah` : ” Oh iya Pak, Diah Lupa sampaikan, Ibu tadi Pamit ngurus Asuransi, tadi ada telpon dari Kantor itu”
Papa : ”Kok Mama gak bilang?”
Mbak Diah : ” Habis Bapak tadi lagi asyik tidur-tiduran digazebo kolam Pak, katanya Ibu gak tega membangunkan”
Papa : ”Emang ada berita apa Mbak?”
Mbak Diah : ”Ibu bilang Asuransi Bapak udah mau dicairkan”
Papa : ”Oh..Ya? Baguslah kalau gitu, he...he.....he.....

Wajah Papa sungguh sumringah, nampak bahagia sekali, pikiran Papa melayang
” Ha..ha...ha....Usahaku akan berkembang, aku akan melunasi utangku lalu akan kubuat anak cabang perusahaan dimana-dimana, uang asuransi itu khan lebih besar daripada harga pabrikku sebelumnya....ha...ha....ha......”
Peri-peri kecil menari-nari disekitar kepala Papa,
Mama : ” Hei Pa!!, ngapain didapur? Nyari mama ya?”
Papa :”Loh? Mama udah pulang ?Papa kok gak lihat?”
Mama : ” Gimana bisa lihat kalau Papa Melamun cengangas,
cengengesan gak jelas gitu?
Papa : ” Gimana Urusannya Ma? Lancar?”
Mama : ” Begitulah, besok Mama akan datang lagi buat pencarian dananya”
Papa : ” baguslah...”

Semalaman Papa tidak bisa terlelap,dipelupuk Matanya selalu terbayang tumpukan Rupiah yang menggunung, dibayangkan aja bahagianya bukan kepalang, apa lagi kalau sudah digenggaman.

Esok Hari, Papa merelakan Mama untuk pergi seorang diri, Papa gak mau berurusan, ”Biar Mama aja”ujarnya.Mama berangkat hari itu hanya ditemani mang Surip.

Papa terus menanti uang setumpuk yang akan dibawa Mama,hingga klakson berbunyi Pas didepan Rumah.
Papa : ” Mama pulang Heksa,
Kita Kaya Nak!”

Heksa mengangguk,seolah paham tentang apa yang dibicarakan Papa”.
Papa : ”Mama...Mama...Pulang”.

Wajah Mama Pucat Pasi, Bibirnya terkatup bisu seakan tak bisa berkata sepatah katapun, matanya kosong memandang Papa.
Papa : ”Mama kenapa?Kok gini?
Ma, Papa udah gak sabar melihat uang kita!!”

Mama hanya berdiri kaku dengan terus memandangi Papa.
Papa : ” Mama Kenapa sih??jangan buat Papa penasaran dong, Papa bisa marah nih!!uangnya Mana Ma??!”

Perlahan Bibir Mama mulai berkata terbata-bata
Mama : ” Pa...kenapa Papa tega melakukan ini semua??
mengapa Pa??hik...hik...hik..

Papa dengan wajah keheranan menatap Mama.
Papa :” Mama ada apa ini? Apa salah Papa?”
Mama : ” Papa gak usah banyak ngomong!!
Jawab pertanyaan Mama!!
mengapa tega melakukan ini semua!!”

Mama menarik kerah baju Papa,wajah Papa hampir-hampir sampai ke wajah Mama.Papa dengan wajah Bingungnya menarik lengan Mama dan berusaha melepaskan genggaman Mama yang semakin menguat.
Papa : ”Mama ngomong apa?Papa gak ngerti!!”
Mama : ”Papa mau Tau....Papa mau tau haa!!!”

Intonasi suara Mama mulai mencapai oktaf yang tertinggi.
Mama : “ Teganya Papa membunuh Bang Dirman!orang yang telah membantu Papa sukses seperti sekarang ini Papa ?hik..hik..hik...”
Papa : “Maksud mama apa? Papa gak ngerti!!”
Mama : ” Udah..Pa!!Cukup sandiwara yang kau mainkan, aku sudah tau semuanya!!”
Gak ada uang Asuransi yang akan Papa dapatlkan,polisi telah mengungkap semuanya, perampoknya sudah ketemu, dan mereka mengaku bahwa yang memerintahkan untuk merampok Pabrik Papa, adalah Papa..Papa...sendiri!!!
Hik..hik...hik..
aku betul-betul gak habis pikir Pa, sekarang claim asuransi tidak mau menanggung kerugian kita, karena semuanya faktor kesengajaan!!,
kesengajaan Papa!!
” Puas.......!!!,
apalagi yang Papa mau sangkal??”

Wajah Papa berubah dengan cepat, yang tadi ceria menjadi pucat pasi seolah menjadi calon mumi yang menunggu waktu pengawetan. Perlahan-lahan ia berjalan gontai dan bersujud pas dihadapan Mama.
Papa : ” Ma....hik..hik..hik....
aku juga gak tau Ma, mengapa aku melakukan semua ini, kita sudah pailit Ma.....Papa bingung....Gak tau harus bagaimana?
Mama : ” tapi Pa,gak mesti seperti itu khan??ingat Pa kalau Cuma harta yang Papa Korbankan Mama mungkin masih memahami tapi ini...ini..Pa...

Sambil mengeluarkan Foto hasil Otopsi dari kepolisian.
Mama : ”Bang Dirman....Pa...Bang Dirman, Papa tau beliau itu tulang punggung keluarganya dikampung!!!
Papa..hik..hik..hik...
Mama Betul-betul kecewa!!”
Papa : ” Papa gak tau ....Papa gak tau kenapa dia bodoh melawan Perampok itu Ma....hik..hik..hik...”

Papa menangis seperti Heksa ketika jatuh dari sepeda.
Mama : ” Ya Tuhan ...Bisanya pikiran Papa licik seperti itu, seharusnya Papa berhutang budi padanya karena mau mengorbankan nyawa untuk mempertahankan usaha Papa ,kini Mama sadar, julukan ”pendekar Angin” yang pertama kali diucapkan bang Dirman untuk Papa memang Pantas, tapi menurut Mama bukan hanya itu ,masih perlu ditambahkan, Papa memang ”Pendekar Angin” tapi ”Pendekar Angin Puting Beliung” yang memporak-porandakan kehidupan orang lain serta membuat hati orang lain menangis!!”
Papa : ” sudaaaaaaaahhhhh.....
cukup Ma...
tiiiiidaaaaaakkkk.....
tidaaaaaaaaakkkkk..
Papa gak mau mendengar Julukan itu lagi!!!
hik...hik...hik...

Papa berlari sambil menutup telinga kearah taman dibelakang rumah!!
Tawanya menyeruak menggetarkan seisi rumah....
Haa....ha....ha....ha.....ha...ha....
seakan dirasuki raksasa rahwana yang ingin memangsa tawanannya.
Mama berusaha mengejar Papa kesana kemari seolah ikut menjadi gasing yang barusan dilempar oleh penciptanya.
Mama : ” Pa...Papa....Papa kenapa?

Mama terus dan terus mengejar Papa.

15 Tahun telah berlalu,

Seorang Pemuda Tampan datang mengendarai Motor Balap dengan kencangnya Memasuki Area Parkir sebuah Gedung Kokoh, semua sisi temboknya dikitari oleh kawat berduri,penjagaannya pun ketat,

” Yang Tidak Berkepentingan Dilarang Masuk ”

Sebait kalimat tertulis dipapan pengumuman ditepi pos penjagaan itu,
Dengan Gagahnya dia masuk membawa sebungkus Ikan yang sudah dibakar, aromanya menyebar kemana-kemana.
Penjaga : ” Baru datang ya dek?”
Pemuda : ” Iya Bang, masih bisa menjenguk khan Bang?”
Penjaga : ” Bisa..bisa...silahkan!”
Pemuda : ” Terima Kasih”

Berlalu pemuda Tegap itu menuju keruangan disudut gedung, diintipnya seorang wanita separuh baya sedang menyuapi lelaki tua yang terus tersenyum sambil mengeluarkan liurnya,perlahan diketuknya pintu agar bisa segera masuk .
”Tok...tok...tok....”
Wanita tua : ” Iya Masuk...”
Pemuda : ” Ma....”
Wanita Tua : ” Heksa??....kapan tiba nak?”
Pemuda : ” Baru aja, ini Heksa bawa ikan kesukaan Papa, mudah-mudahan Papa tambah lahap makannya”.
Wanita Tua : ” Makasih nak, kamu memang anak yang Baik”

Pemuda itu memberikan bungkusan plastik itu kepada Wanita separuh baya itu, sambil memandang wajah lelaki tua yang terus tersenyum sambil memegang-megang Jaket Balapnya.

Kasihan Mama.....
Kasihan Papa....
Kasihan Aku......


Tamat


Inspired by Roy Marten
Mhimenk January, 18th 2008

Rabu, 09 Januari 2008

"HATIKU TERTUSUK DURI"




“Sebening Matamu Seakan Dalam Mimpi”
“Memori Kau membuka luka lama yang kuingin Lupa”

Lagu itu terus berkumandang di udara,memecah keheningan malam itu
Walaupun lirik lagu yang melo itu keluar dari radio butut peninggalan nenekku tetap aja terasa perih,,,

Sari : “ uhhh….mengapa seh kenangan ini begitu sulit kulupakan!!!”
Keparat….bangsat….setan…!!!

Beruntun kata –kata tak senonoh terlontar dari bibirku dengan gamblangnya,
Tak sengaja kubanting buku novel yang sebenarnya sudah dari tadi berada digenggaman tanganku,melayang terhempas keras kelantai kamarku yang tentu saja gak begitu bersih mengingat kesibukan diriku minggu ini.

Tapi peduli amat dengan bukuku, hayalku kembali kejaman itu dimana beban yang seberat ini belum merasuki jiwaku.
Zaman dimana aku dengan ceria bersenda gurau bersama sahabat karibku, Lea namanya, pergi memancing menangkap ikan yang tidak begitu besar tapi dengan lahapnya kami memakannya seolah-olah tangkapan kami besaaaaarrrr….sekali,

he..he..he….lucu rasanya, tawaku mulai tersungging dibibirku…tapi…….

Kenangan indahku dibuyarkan dengan cahaya hitam serta petir yang menyambar menggelegar memekakkan telingaku ….
Kala sesosok pria renta, menghampiri kami ditepi telaga itu, dengan lantangnya dia berkata:

Sosok Renta : “ Hai anak manis, bahagia sekali kalian nampaknya?wah nikmat pasti rasanya? Adakah bagian untukku nak?”
Lea : “ Aduh kakek bukannya kami sekakar tapi ikannya tidak begitu besar, baru lah kami sekali suap sudah habis dagingnya, sekarang tinggal tulangnya saja.

Dengan polosnya Lea yang manis menunjukkan tulang belulang yang berserakan di Tanah, api kecil masih membara mengeluarkan suara ranting pepohonan yang patah karena terbakar bara api yang menyala.

Wajah sang kakek memerah sama merahnya dengan ranting pepohonan tadi yang membakar ikan kecil kami.

Sosok Renta : “ Apa Maksudmu habis hah??
Rakus benar kalian…Tubuh kalian begitu berisi, putih bersih, pasti kalian sering makan enak Khan?
Tapi mengapa kau tak mau membagi ikan kecil yang manis rasanya itu pada diriku yang lapar dan tak punya siapa-siapa ini? Keparat….bangsat….setan…!!!”

Ya Tuhan jantungku berdegup kencang tak tau apa yang merasuki kakek itu sehingga begitu tersinggungnya mendengar kata-kata Lea yang gak pernah kuragukan kebenarannya sedikitpun

Sari : “ Sabar kek, bukan begitu maksud kami, tapi dagingnya memang dah habis jadi gak ada lagi yang bisa kami bagi , maafkan kami kek.
Lea : “ Iya kek…klo kakek mau menunggu biarlah kami pulang dulu, tidak lama kami akan kembali kakek akan kami bawakan makanan yang lebih enak,gimana?

Suara Lea mulai gemetaran, dapat kurasakan aura ketakutan dari getar suaranya,
Tetapi si kakek renta bukannya iba mendengar kata-kata kami malah dia berlari kearah telaga sambil mengambil kayu yang mengapung dan menghempas-hempaskannya ke air dan terus memaki kami:

Sosok Renta : Keparat….bangsat….setan…!!!
Keparat….bangsat….setan…!!!
Keparat….bangsat….setan…!!!

Kata-kata itu diucapkannya berulang-ulang dengan nada yang semakin meninggi, kami yang bingung memutuskan mengambil langkah seribu, mumpung sang kakek masih berada ditepian telaga,

Sari : “ Lea…ayo lari itu kakek gila kita bisa bahaya
Lea : “ Jangan Sar, justru klo kita lari kita dikirain takut, tungguin aja disini ntar juga baik sendiri,

Kutarik tangan Lea kupaksa dia lari menjauh dari sang kakek yang semakin beringas,kami berhasil- kami berhasil kataku begitu aku menoleh kebelakang perlahan-lahan sosok sikakek semakin mengecil melihat jarak kami yang semakin menjauh,

tertawa terbahak-bahak diriku sambil berlari ….

Betapa jantung mau copot ketika aku menoleh kebelakang ternyata sang kakek sudah menyusul kami dan tetap berteriak terus – menerus:

Sosok Renta : Keparat….bangsat….setan…!!!
Keparat….bangsat….setan…!!!
Keparat….bangsat….setan…!!!

Oh God… ingin kutambah rasanya jumlah kakiku agar bisa berlari seribu meninggalkan sang kakek gila, lamunanku terhenti ketika Lea mengingatkan aku dalam pelarian kami bahwa dia menderita sakit yang telah lama bersarang ditubuhnya:
Lea : “ Sar….( dengan nafas yang terengah-engah)
“ Aku asma Sar….aku gak kuat lagi…….aku berhenti aja……
aku…..aaakuuu…gak biiiiisaaaaa berrnappaaaassss…..
Sari : “ Lea …gak bisa…kita bisa ketangkap ….nanti pasti kita diapa-apain!!

Sambil kutarik terus tangannya, aku gak tega Lea tapi aku harus gimana???, tak terasa air mata menetes disudut mataku yang keletihan berlari,dalam hati kecilku berkata “akupun capek Lea,,,”

Aku gak tau sampai mana kami harus terus berlari.
Si kakek Renta terus berteriak, seolah-olah menanamkan terror didalam jiwa kami, yang sebenarnya wlopun dengan susah payah dilakukannya kami gak akan pernah berhenti berlari.
Melihat itu semua sang kakek pasrah dan menghentikan langkahnya untuk mengejar dua remaja yang tak kenal lelah tuk berlari menyelamatkan diri,
kubusungkan dadaku bangga pada diriku bahwa aku bisa melawan segala bentuk intimidasi yang menimpa kami, sambil mengangkat wajahku kuucapkan :

Sari : “ Lea …kakeknya nyerah mengejar kita….
kita berhasil pren, ha..ha..ha…

Aku tertawa sambil berlari dan kugenggam tangan Lea dengan eratnya,jujur kurasakan kebahagiaan dari denyut nadinya,

Lea : “ Iya Sar Kita Berhasil…..Huk…( seperti orang batuk…..)
Sari : “ Lea kita punya cerita heboh disekolah besok, klo perlu kita masukkan dimading sekolah petualangan kita ini ya….

Tetes demi tetes air mengalir dari lengan Lea, kupikir Lea pasti berkeringat banyak karena kami sudah berlari jauh …jauh…sekali…
tapi Lea manis langsung menarik tanganku dan berhenti berlari , tak kuprotes hal itu karena kupikir kita sudah aman dan juga lea sudah letih amat pastinya,
kupalingkan wajahku ingin kusapa sahabat karibku ,

Ya Tuhan…..betapa kagetnya diriku ketika kudapati ternyata didada Lea yang mungil tertancap kayu yang dipakai kakek renta menghempas-hempaskan air ditelaga itu

Sari : “Lea……kenapa kamu gak bilang klo kamu tertusuk kayu ini Lea..hik…hik…hik…”

Lea duduk terbujur kaku dihadapanku dan mamandangku dengan bangganya tanpa berkedip sedikitpun

Lea : “ Sar kita berhasil…kita berhasil….tapi Sar…sakit…sakit sekali…”
Sari :” Hik…hik…Lea klo kamu bilang aku pasti akan berhenti lari, aku akan balas kakek busuk itu akan kutusuk dia dengan kayu yang lebih besar Lea…..
Lea : “ Kita dah menang Sar…Kita dah menang….”

Perlahan-lahan ditutupnya matanya seolah-olah bayi mungil yang letih dari bermain dan saatnya untuk beristirahat dipangkuan ibunda.

Sari : “ Leeeeeeaaaaaaaaaaaaaaaaa……..jangan tinggalkan aku sendiri besok kita mau menceritakan pertualangan kita ini dimading ….hik..hik..hik….Lea….maafkan aku….

Air mataku terus mengalir mengalahkan keringat kami yang membasahi tubuh karena air mataku telah menetes sampai kehati merobek-robek rasa bahagia kami berdua, rasa bersama ….selamanya.

“Sebening Matamu Seakan Dalam Mimpi”
“Memori Kau membuka luka lama yang kuingin Lupa”


Lirik itu….lagu itu telah membawaku kembali kekenangan itu , kenangan pahit ketika sahabatku tertusuk duri, duri yang bukan hanya melukai Leaku tapi menancapkan lara dihatiku..Lea kamu menang sahabatku.





Makassar, 08 Januari 2008
Mhimenk

Kamis, 03 Januari 2008

uphieku cayank...


mama..bolo..bolo...
papa....bolo...bolo...
nenek...bolo....bolo...
kakek...bolo...bolo....
tante...baek..baek....he.he..he...

Kemenakan ku sayang yang pertama
UPHIE FARADILLAH TASYA
Bahagia selalu ya nak....
Jangan Bandel.....
Cepat Besar.....
And...
Doain Tante Mmenk Juga....

( Uphie: "Iya tante Uphie akan selalu mendoakan tante, klo ada yang mau macam-macam uphie akan pukul buk..buk...buk....tante juga jangan bandel ya")

(Mmenk: " Aduh jangan ambil sifat preman tante donk nak...he.he.he
tapi thanks ya perhatiannya...luv u babe..muuuuuuuaaaaaacccchhhhhh")